Minggu, 21 November 2010

Pemasaran Global


Global Marketing
POLITICAL, LEGAL AND REGULATORY ENVIRONMENT
Oleh:
Allen Manongko

Berbagai permasalahan yang sering dijumpai dalam kehidupan global marketing khususnya kondisi lingkungan politik, yaitu risiko politik.
Sebagai gambaran permasalahan risiko politik, dapatlah dijelaskan sebagai berikut:
Pemerintah merupakan bagian integral dari setiap aktivitas bisnis domestic dan luar negeri. Karenanya, setiap perusahaan global dipengaruhi oleh lingkungan politik Negara asal dan Negara tujuan pemasarannya. Lingkungan politik yang ideal bagi setiap perusahaan global adalah pemerintah yang stabil dan bersahabat. Sayangnya, kenyataan yang dijumpai tidak selalu demikian. Perubahan politik bisa saja terjadi dikarenakan sejumlah peristiwa, misalnya:
1.        Terjadinya perubahan radika dalam pemerintahan, dimana partai politik yang berkuasa memiliki filosofi yang berbeda dengan pendukungnya;
2.        Pemerintah merespon tekanan-tekanan dari kaum nasionalis dan self-interest groups;
3.       Melemahnya kondisi ekonomi mendorong pemerintah untuk menarik kembali komitmen dagangnya; dan
4.       Meningkatnya bias terhadap investor asing.
Oleh sebab itu, setiap perusahaan global perlu menilai dan mengantisipasi setiap risiko politik yang bisa mempengaruhi kelangsungan bisnisnya.
Risiko politik merupakan fungsi dari:
1.        Probabilitas bahwa kejadian politis tertentu berdampak pada perusahaan tertentu; dan
2.       Besarnya (magnitude) dampak kejadian tersebut.
Secara garis besar, risiko politik dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:
1.        Risiko ketidakstabilan umum (general instability risk), yaitu risiko yang berkaitan dengan ketidakpastian terhadap kelangsungan hidup (masa depan) dari system politik Negara tujuan. Bentuk-bentuknya meliputi revolusi dan agresi eksternal.
2.       Risiko ekspropriasi (expropriation risk), yaitu risiko yang berkaitan dengan kemungkinan bahwa pemerintah Negara tujuan akan mengambil tindakan-tindakan tertentu (misalnya pembatalan kontrak, ekspropriasi, konfiskasi, nasionalisasi, maupun domestikasi) untuk membatasi kepemilikan asing dan mengendalikan cabang perusahaan asing di Negara tujuan.
o   Ekspropriasi, yaitu pengambilahan kekayaan atau investasi asing oleh pemerintah local dengan disertai pemberian kompensasi atau ganti rugi tertentu yang didasarkan pada nilai pasar (fair market value) dalam mata uang yang konvertibel (hard currency). Namun, dalam banyak kasus pengambilalihan dilakukan atas dasar paksaan, bukan atas dasar kehendak perusahaan asing yang bersangkutan. Pola ekspropriasi dapat dibedakan atas dasar industry, daerah geografis, tipe kepemilikan, teknologi, tingkat integrasi vertical, besarnya asset, dan situasi ekonomi politik.
o   Konfiskasi, yaitu pengambilalihan kekayaan/investasi asing oleh pemerintah local tanpa disertai pemberian kompensasi (ganti rugi). Contohnya, konfiskasi yang dilakukan oleh pemerintah RRC terhadap seluruh kekayaan perusahaan Amerika saat Komunis mulai berkuasa di RRC pada tahun 1949. Contoh lainnya adalah konfiskasi yang dilakukan pemerintah baru Iran terhadap semua investasi Amerika sewaktu Shah Iran terguling.
o   Nasionalisasi, yaitu pengambilalihan industry tertentu atau keseluruhan perusahaan asing secara paksa oleh pemerintah local. Contohnya nasionalisasi industry minyak asing oleh pemerintah Indonesia (menjadi pertamina).
o   Domestikasi (creeping expropriation), yaitu pengambilalihan perusahaan asing oleh pemerintah local secara bertahap atau hanya sebagian saja. Domestikasi umumnya dilakukan dengan berbagai cara: 1) transfer kepemilikan secara bertahap kepada pemerintah local; 2) promosi sejumlah personil local ke jenjang manajemen yang lebih tinggi; 3) kekuasaan dan wewenang dalam pengambilan keputusan yang lebih besar diberikan kepada pemerintah local; 4) lebih banyak menghasilkan produk secara local (menggunakan local content) daripada mengimpornya untuk dirakit; dan 5) regulasi ekspor spesifik dirancang untuk mendikte partisipasi dalam pasar dunia. Tujuan utama domestikasi adalah memaksa investor asing untuk berbagi kepemilikan dan manajemen dengan pemerintah, investor, atau staf local.
3.       Risiko operasi (operation risk), yaitu risiko yang muncul karena adanya ketidakpastian bahwa pemerintah Negara tujuan akan memaksa atau mengahmbat operasi bisnis perusahaan asing dalam segala aspek, seperti produksi, keuangan, dan pemasaran. Bentuk-bentuk risiko operasi meliputi:
·         Pembatasan impor;
·         Aturan kandungan local;
·         Pengendalian pasar;
·         Persyaratan ekspor;
·         Pengendalian pajak;
·         Pengendalian harga;
·         Pembatasan tenaga kerja;
4.       Risiko keuangan (financial risk), yaitu kemungkinan pemerintah Negara tujuan membatasi atau menghambat kemampuan cabang perusahaan asing untuk mentransfer pembayaran, modal, atau laba ke perusahaan induknya. Bentuk utama risiko keuanga adalah exchange control, yaitu pembatasan terhadap pembayaran atau pengiriman uang dari Negara tujuan pemasaran (host country) yang menggunakan hard currency.

Dalam rangka menekan atau meminimalkan risiko politik, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan oleh perusahaan-perusahaan global, di antaranya:
1.        Merangsang pertumbuhan ekonomi local (host country)
Cara ini ditempuh dengan jalan menyesuaikan atau menyelaraskan aktivitas bisnis perusahaan dengan kepentingan ekonomi host country, misalnya memproduksi produk yang memperoleh prioritas utama di Negara tujuan pemasaran.
2.       Memperkerjakan tenaga kerja local
Permasalahan ketenagakerjaan dan pengangguran sangat sensitive di berbagai Negara, terutama di Negara berkembang. Oleh karena itu, perusahaan global dapat memperoleh kedudukan politis yang baik bila mampu menyerap tenaga kerja local dalam jumlah yang cukup besar.
3.       Membagi kepemilikan
Kepemilikan penuh atas perusahaan yag berada di Negara lain seringkali menimbulkan masalah. Oleh karena itu, sebaiknya diupayakan untuk membagi kepemilikan dengan cara mengubah bentuk perusahaan dari perusahaan privat menjadi perusahaan public atau dengan cara mengubah dari perusahaan asing menjadi perusahaan local.
4.       Menerapkan political neutrality
Sedapat mungkin perusahaan global jangan terlibat dalam masalah-masalah politik, baik masalah antar kelompok local maupun antar Negara.
5.       Lisensi
Bila teknologi perusahaan bersifat unik, sulit ditiru, dan risiko politik yang dihadapi tinggi, maka lisensi atas produk maupun teknologi merupaka strategi yang paling efektif untuk meminimisasi risiko.
6.       Melakukan lobbying
Seperti halnya dengan interest group yang lain, setiap perusahaan memiliki kepentingan dan maksud-maksud tersendiri. Agar  kepentingan dan maksud itu dapat tercapai, maka perusahaan global perlu melakukan lobbying secara halus (diam-diam) untuk menghindari terjadinya heboh politik, baik terhadap pemerintahnya sendiri maupun terhadap pemerintah host country.
7.       Mengantisipasi risiko politik
8.       Menghindari bidang usaha yang berkaitan dengan produk yang sensitive secara politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar