Minggu, 21 November 2010

Manajemen SDM


Strategic Human Resources Management
By. Allen A.Ch. Manongko

STRATEGI DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Pendahuluan
            Manajemen sumber daya manusia strategis berkaitan dengan manajemen strategis organisasi dan manajemen sumber daya manusia (Boxall, 1996). Manajemen strategis berfokus kepada lingkup dan arah dari organisasi dan seringkali melibatkan dengan ketidakpastian dan kompleksitas. Johnson dan schiles (2002) mendefinisikan manajemen strategis dengan tiga elemen utama sebagai berikut:
1.      Memahami posisi strategis dari sebuah organisasi (Johnson dan Scholes, 2002:16), dimana berhubungan dengan :
-          Dampak lingkungan eksternal terhadap strategi organisasi
-          Kapabilitas strategis organisasi, dan
-          Pengaruh dan harapan  kunci dari stakeholder
2.      Manajemen menggunakan pilihan strategis tentang kemungkinan strategi mendatang, mencari keunggulan kompetitif ( atau efektivitas organisasional dalam kasus public atau organisasi sukarela).
3.      Menerjemahkan strategi ke dalam aksi’, melalui pengembangan struktur yang tepat, proses dan sumber daya organisasi dan mengelola perubahan (Johnson dan Scholes, 2002:21).
            Sebagai sumber daya kunci, orang-orang secara kritis mempengaruhi elemen-elemen manajemen strategis.  Dengan kapabilitas yang ada, dapat mempengaruhi pilihan strategis yang efektif.  Sehingga hubungan antara strategi sumberdaya manusia organisasi dan manajemen strategis menjadi sebuah kepentingan yang besar. Namun demikian, sifat tetap dari hubungan ini dalam prakteknya kemungkinan sulit dianalisis dan dievaluasi, dikarenakan manajemen strategis melihatnya dari sudut pandang yang lebih sederhana.
            Untuk mengembangkan pemahaman manajemen sumberdaya manusia strategis, maka perlu menyelidiki hubungan antara manajemen strategis dengan manajemen sumberdaya manusia. Untuk melakukan hal itu Boxall (1996) menegaskan 2 pertanyaan sulit harus disampaikan:
1.      Apakah strategi itu? (isi) dan
2.      Bagaimana strategi itu dibuat? (proses)
Berdasarkan pada dua pertanyaan ini, bab ini memulai dengan berfokus kepada strategi dan secara khusus pembentukan strategi untuk memberikan landasan bagi bab selanjutnya dengan berkonsentrasi pada pengembangan hubungannya terhadap manajemen sumberdaya manusia strategis.  Selanjutnya bab-bab berikutnya, diarahkan untuk menyelidi tentang konsep. Ini merupakan awal yang dilakukan untuk mengkaji bagaimana HRM dapat dihubungkan kepada pendekatan pembuatan strategi.











Gambar 1.1 Mapping ‘ the Strategy and Human Resource Management territory
            Bagian kesimpulan dari bab ini, membahas pengakuan terbatu tentang pendekatan berbeda untuk membuat strategi yang menempatkan kapabilitas sumber daya manusia di pusat proses. Ini adalah pandangan sumberdaya perusahaan dan teori berbasis-sumberdaya. Pandangan tradisional terhadap strategi melihatnya sebagai proses menganalisis lingkungan eksternal organisasi untuk menggunakan arah strategis yang sejalan dengan dengan kesempatan yang disampaikan untuk memastikan keberhasilan mendatang.

STRATEGI DAN PEMBUATAN STRATEGI
            Dalam bagian ini kerangka kerja Whittington (2001) akan diiukuti, dimana menjelaskan empat pendekatan terhadap strtaegi dan pembuatan strategis:
1.      Klasik
2.      Evolusioner
3.      Processual, dan
4.      Sistemik
Keempat pendekatan ini dilengkapi dengan analisis yang lebih baik dari Mintzberg et al. (1998) yang menjelaskan sepuluh aliran teori dan praktek pembuatan strategi (Konsep kunci 1.1).
Konsep Kunci 1.1
Sepuluh aliran teori dan praktek pembuatan strategi oleh Mintzberg, et al (1998)
Approach to strategi making
School of strategy
Strategy is formed through
Prescriptive
Design
Planning
Positioning
A conceptual process
A formal process
A analytical process
Processual
Entrepreneurial
Cognitive
Learning
Power
Cultural
Environmental
A visionary process
A mental process
A emergent process
A negotiated process
A collective process
A reactive process
Transformational
Configuration
A transformational process
Sumber : Diadopsi dari Mintzberg, et al (1998); Purcell (2001).

Pendekatan Klasik
            Pendekatan klasik dikembangkan sebagai disiplin ilmu teoritis pada tahun 1960an (Chandler, 1962) dan menekankan strategi sebagai proses top down, linear, disengaja dan rasional, dimana konsepsi dipisahkan dari implementasi melalui penciptaan perencanaan strategis yang disampaikan kepada lainnya untuk diimplementasikan. Proses ini melibatkan sejumlah langkah-langkah perencanaan strategis sebagai berikut:
·         Analisis lingkungan organisasi dan sumberdaya internal
·         Mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan strategis
·         Mengimplementasikan strategi yang dipilih.
            Pendekatan manajemen strategis ini adalah teknik dan alat-alat, berkisar dari SWOT sampai pada bermacam-macam metode diagramatis dan kuantitatif.
Porter (1980, 1985) mengidentifikasi sebagai focal utama dan kekuatan penegndali dalam pengembangan aliran pemikiran ini. Dan dengan 3 strategi umum: kepemimpinan biaya, diferensiasi dan focus (Konsep Kunci 1.2)

Konsep kunci 1.2
Tiga strategi umum porter untuk mendapatkan keunggulan kompetitif
·         Cost leadership, strategi ini dirancang untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui operasi sebagai suatu prosedur biaya yang rendah.
·         Differentiation , strategi ini didasarkan pada mengembangkan diferensiasi produk, penyebab pengenalan merek dan kesetiaan pelanggan.
·         Focus ,  strategi ini dirancang untuk menembus ke dalam relung pasar tertentu, dimana hal ini dicapai bersama-sama dengan kepemimpinan biaya atau diferensiasi.
Mengevaluasi pendekatan klasik: pilihan strategis dalam praktek
            Pendekatan klasik mengimplikasikan bahwa strategi dalam organisasi seharusnya ditentukan oleh kontingensi lingkungan dan organisasional.
Dalam kenyataan, pilihan strategi dengan demikian diinformasikan oleh pertimbangan politik yang mencerminkan kepentingan dan nilai dari koalisi dominan dalam organisasi. Pertimbangan ini akan mempengaruhi keputusan yang diambil tentang strategi, sebagaimana halnya aspek desain organisasional. Ini setidaknya terjadi ketika kinerja organisasional dipahami secara sukses oleh stakeholder dan pemegang saham. Namun demikian, sebagaimana ditunjukkan oleh Child, pandangan ini tidak boleh digunakan untuk mengasumsikan bahwa mereka mempunyai kekuasaan akan mampu membuat pilihan tentang strategi sepenuhnya berdasarkan kepentingan mereka sendiri.
            Child (1997) menyimpulkan bahwa kontribusi ini telah mengembangkan lingkup teroi asli dari pilihan strategis (1972). Teori pilihan strategis dengan demikian mencakup bermacam-macam factor yang memberikan batasan terhadap hubungan objektif dan rasional implies dalam pendekatan klasik terhadap penentuan strategi.
Mengevaluasi pendekatan klasik :Niat, hasil dan pembelajaran.
            Teori pilihan strategis menyoroti keterbatasan kognisi manusia. Simon (1976) menyampaikan konsep rasionalitas terkait untuk mengacu kepada limitasi kognitif dan behavioral yang terlibat dalam mengumpulkan dan memproses informasi untuk membuat keputusan. Perilaku yang sepenuhnya rasional akan berarti mengumpulkan seluruh informasi relevan, dengan memperhatikan secara penuh dan mengevaluasi secara objektif untuk memilih kemungkinan strategi terbaik (Simon 1976).
Perspektif Evolusioner
            Penekanan pendekatan klasik pada peranan sebelumnya, dengan manajer senior bertanggung jawab terhadap memastikan bahwa strategi untuk mencapai sebuah kesesuaian yang efektif atau sejalan antara kapabilitas sumberdaya organisasi dengan lingkungan eksternal sehingga mampu mengeksploitasi kesempatan yang ada, perspektif evolusioner dalam strategi  lebih menekankan kepada peranan kekuatan lingkungan.
            Namun demikian, bagi beberapa yang menggunakan pendekatan evolusioner, seperti ekolog populasi (Hannan dan Freeman, 1988), intervensi tersebut hanya akan mempunyai efek terbatas. Karakteristik organisasional, dimana menurut ekolog populasi sulit berubah, akan menentukan apakah organisasi bertahan dalam lingkungan atau tidak mencapainya dalam waktu penuh. Pendekatan ini menyampaikan ide seleksi dan melihat persaingan pasar sebagai penenuan keberhasilan atau kegagalan : yaitu kehidupan. Penekanan kunci dalam konstruksi ini adalah kesesuaian lingkungan atau spesialisasi, bukannya beberapa intervensi strategis oleh manajer. Ini menunjukkan bahwa lingkungan akan menentukan criteria kesesuaian dan oleh karena itu, dimana organisasi bertahan dalam jangka panjang.

Evaluasi Perspektif Evolusioner
            Pandangan ini dipertentangkan dalam sejumlah hal, misalnya system lingkungan terbuka, dimana ditunjukkan oleh penerima terhadap variasi lebih besar daripada diimplikasi oleh pendekatan ekolog. Secara fundamental, asumsi bahwa organisasi hanya bertindak, atau dipilih oleh lingkungannya, bukannya bergerak dengannya, sangat dipertentangkan (Mintzberg et al.1998). Terlepas dari mereka yang menikmati kekuatan pasar besar, sebagian besar perusahaan menurut pandangan ini seharusnya berusaha untuk beroperasi seefisien mungkin.
Pendekatan Processual
            Pendekatan processual terhadap pembuatan strategis dimulai dari asumsi yang secara radikal berbeda terhadap pendekatan klasik tersebut. Pendekatan klasik memahami pembuatan strategis sebagai sebuah proses linear, rasional dan disengaja, dikendalikan oleh pembelajaran dalam organisasi, dengan formulasi dan implementasi strategi menjadi lebih terintegrasi atau proses cair.
            Mintzberg dan rekannya mengistilahkan pendekatan ini dengan pembuatan strategi, dan aliran pembelajaran. Strategi dipandang melalui proses pembelaran kolektif dalam organisasi. Secara khusus penting dalam konteks lingkungan yang tidak stabil, dan karekteristik yang tidak pasti. Pendukung aliran ini percaya bahwa pembelajaran memberikan sebuah alat efektif untuk mengembangkan strategi dalam lingkungan yang sulit, untuk itu perlu mengembangkan perencanaan strategis formal sebelum melakukan implementasi.
Evaluasi dan Pendekatan Processual
            Mintzberg et al. (1998) menunjukkan bahwa pembuatan strategis baru dengan menekankan pada pembelajaran, yang disengaja kepada control. Pendekatan klasik berusaha menekankan control manajemen terhadap strategi. Peranan dari pimpinan organisasi seharusnya mengembangkan sebuah pendekatan terhadap manajemen strategis yang secara samar-samar  menggunakan control sambil memfasilitasi pembelajaran, sehingga strategi-strategi tersebut dapat muncul.
Hexagon: MOSTLY DELIBERATE

Planned 
Precise intentions and high level of formality
Entrepreneurial
Central vision but some details emerge
Ideological 
Collective vision widely subscribe to 
Umbrella 
Strategic targets other develop operable strategy
Process
Control over structures staffing others develop content of strategy
Unconnected 
Strategies emerge from different nart of the organization  









Gambar 1.2 Strategic Continuum from mostly deliberate to mostly emergent
Perspektif Sistemis
            Whittington (2001) menyatakan bahwa teoritikus sistemis juga percaya bahwa organisasi dapat berencana secara strategis; namun demikian mereka tidak percaya bahwa pendekatan klasik memberikan model yang dapat diaplikasikan secara universal dalam perencanaan strategis karena variasi antara system social. Perspektif sistemis didasarakan pada kepercayaan bahwa strategi dan pembuatan strategis akan dipengaruhi oleh system dan social. System social dan budaya suatu Negara akan berbeda satu sama lainnya,  sehubungan dengan variasi kelas struktur, operasi pasar, peranan Negara dan kepercayaan dan nilai yang mendasarinya, di mana akan bersama-sama mempengaruhi sifat dari pembuatan strategis, dalam menghasilkan pendekatan enterprice bebas terhadap strategi dan pengejaran keuntungan dipandang sebagai hal terpenting.
Evaluasi Pendekatan Sistemis
            Pendekatan ini menekankan pada pentingnya perbedaan budaya dan social dan cara bagaimana mempengaruhi strategi dan pembuatan strategi, serta juga kebutuhan menggeneralisasikan secara luas. Bermacam-macam tipe strategi organisasi melihat norma dan kepercayaan yang berbeda ditengah masyarakat.  Namun demikian, sama pentingnya untuk mengakui bahwa ada variasi terhadap pembentukan strategi di dalam suatu Negara, dengan pendekatan sistemis perbedaan karena latarbelakang budaya sehingga menginvalidasi ide dari model formlasi strategi secara universal.

MANAJEMEN STRATEGIS DAN HUBUNGANNYA DENGAN HRM
            Review diatas menunjukkan bahwa ada bermacam-macam range dari strategi yang dapat dibentuk.  Dengan berdasar pada perbedaan kasus demi kasus, menginformasikan masing-masing situasi dengan kombinasi factor-faktor khusus. Pendekatan yang berbeda terhadap manajemen strategis, dapat diimplikasikan dengan pembentukan strategi sumberdaya manusia. Untuk menjadi strategis, HRM perlu menunjukkan hubungan dua arah terhadap strategi. Dengan cara ini, HRM akan menginformasikan strategi organisasi, sebagaimana halnya membantu membentuk sifat dari strategi tersebut (Urcell, 2001). Ide dari integrasi strategis adalah konsep dalam definisi SHRM (Guest, 1987). Redman dan Wilkinson (2001) mengacu kepada integrasi sebagai sebuah kondisi yang dibutuhkan agar HRM dapat diangap strategis, walaupun diakui bahwa tidak memadai untuk menganggapnya sebagai satu-satunya kondisi. Kondisi lain untuk HRM dianggap strategis akan dibahas di bab 2.
Pendekatan Klasik terhadap Pembuatan Strategis dan HRM
            Perspektif behavioral (Wright dan McMahan, 1992) menjelaskan hubungan antara pendekatan klasik terhadap strategi dan HRM. Perspektif behavioral ini berhubungan dengan tulisan Schuler dan Jackson (1987) yang berfokus pada tipe perilaku pegawai yang dibutuhkan untuk merealisasi strategi organisasi. Teori ini mengasumsikan bahwa pegawai memiliki keahlian yag tepat, pengetahuan dan kemampuan efektivitas dan focus pada penggunaan kapabilitas melalui identifikasi ‘prilaku peran yang dibutuhkan’ untuk mencapai strategi organisasi.
Schuler et (2001) mengidentifikasi formulasi strategi yang terbentuk dari elemen-elemen linear:
1.      Membangun visi, misi, nilai dan strategi umum organisasi dan kemudian mengidentifikasi implikasi manajemen sumberdaya manusia yang muncul dari aktivitas-aktivitas ini.
2.      Mengidentifikasi range isu bisnis strategi dan membangun sasaran bisnis strategis, dimana juga  menghasilkan identifikasi implikasi sumberdaya manusia yang muncul dari aktivitas-aktivitas khusus tersebut.
3.      Menggunakan perencanaan khusus untuk mencapai visi, misi, nilai dan sasaran, dan sebagainya, dimana juga menghasilkan identifikasi implikasi sumberdaya manusia dari strategi bisnis tersebut.
Implementasi strategi dalam model, meliputi pengembangan dan implementasi perencanaan HR yang didasarkan pada apa yang disebut sebagai’ model HRM Empat-tugas’ (Schuler et.al. 2001:121). Keempat tugas ini menuntut organisasi untuk :
1.      Melakukan perencanaan sumberdaya manusia
2.      Mengembangkan kompetensi pegawai yang dibutuhkan
3.      Memastikan perilaku peran yang dibutuhkan, dan
4.      Mendorong motivasi pegawai.
Perspektif Evolusioner Terhadap Strategi dan HRM
            Pendekatan terhadap pembuatan strategis ini menekankan pada determinism lingkungan dan situasional pada tingkat lebih besar daripada pendekatan klasik (Poole, 1990).  Dapat dilihat bahwa kesesuaian model seharusnya dipandang tepat bagi organisasi yang menggunakan pendekatan ini. Tentu saja, tipe analisis akan Nampak namun tak terucap. Secara teori, keberhasilan akan tergantung pada kemampuan manajer untuk mengidentifikasi dan mengintrepretasikan variable-variabel lingkungan, sehingga strategi sumberdaya manusia dan organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
            Seberapa besar organisasi beradaptasi dengan lingkungan akan mempengaruhi tindakan organisasi tersebut. Sebuah organisasi yang diadopsi dengan baik akan mampu mendapatkan keuntungan dari lingkungannya, khususnya jika menghadapi persaingan. Implikasi organisasi yang kurang beradaptasi,  khususnya dalam persaingan, menunjukkan konsekuensi negative.
            Redman dan Wilkinson (2001) mengomentari bahwa pendekatan tersebut dapat dipandang sebagai sebuah integrasi strategis dalam hubungannya dengan desakan strategis untuk mengontrol biaya.  Inefisiensi yang dihasilkan oleh focus luas mungkin membuat beberapa organisasi memasukkan strategi sumberdaya manusia yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan melibatkan pegawai mereka, dan bukan sebagai biaya, walaupun penggunaan strategi ini masih difokuskan pada memaksimumkan kepentingan organisasi dan pencapaian tujuan.
Pendekatan Processual terhadap Pembuatan Strategi dan HRM
            Pendekatan processual menekankan pada pembuatan strategi sebagai sebuah proses adaptif dan baru, dikendalikan oleh pembelajaran dalam organisasi, dengan implikasi jelas terhadap peranan strategi sumberdaya manusia. Strategi ini dibagi dalam dua kategori, pertama, sumberdaya manusia, budaya dan strategi structural dapat digunakan untuk membantu mendorong  pengembangang strategi baru. Kedua, strategi khusus juga perlu dirancang untuk merespon terhadap penegrtian strategi baru, untuk mendukungnya.
            Strategi organisasional yang muncul kemungkinan dipahami oleh mereka yang bekerja dalam organisasi dimana mereka terlibat dalam pengembangan strategi tersebut dalam beberapa cara. Ini berbeda dengan situasi dimana perencanaan strategis menghasilkan level kepemilikan rendah atau bahkan kurangnya pengetahuan tentangnya (Johnson dan Scholes, 2002). Level pemahaman lebih besar dan keterlibatan tersebut barangkali juga berhubungan dengan generasi peningkatan levelkomitmen terhadap tujuan organisasi. Sesungguhnya, Quinn (1993) menyatakan bahwa satu alasan bagi strategi pengembangan  organisasional secara incremental adalah menghasilkan usaha pegawai dan komitmen dalam hubungan dengan strategi baru.
Perspektif Sistemik  terhadap Strategi dan HRM
            Pendekatan ini mengakui bahwa strategi dan pembuatan strategi akan dipengaruhi oleh system budaya dan social. Perbedaan institusional antara Negara akan mempengaruhi pilihan strategi baik strategi sumber daya manusia dan organisasi. Whittington (2001) menunjukkan pada kita bahwa di Korea selatan muncul konglomerat ekonomi yang dimiliki oleh keluarga baik ukuran kecil dan menengah. Factor-faktor ini menunjukkan bagaimana  cara strategi sumberdaya manusia dipahami dan diintegrasikan  ke dalam strategi organisasional tidak hanya berbeda-beda tetapi dalam banyak situasi, dalam banyak tipe masyarakat berbeda, HRM tidak hanya dikonseptualisasi secara sengaja sebagai strategis. Pembahasan aspek ini terutama akan dicurahkan pada 2 bab: bab 3 , yang membahas kandungan bisnis internasional dan peranan SHRM, dan bab 6 yang membahas peranan budaya dalam SHRM.
Sifat Multi-dimensional dari Integrasi Strategis
            Sebelum membahas pandangan berbasis sumberdaya organisasi dalam bagian selanjutnya, sifat integrasi strategis akan dibahas secara lebih mendalam bagian ini sebagai alat untuk menyelidiki kemungkinan hubungan pendekatan berbeda terhadap strategi dan HRM.
            Level tertinggi berhubungan dengan strategi perusahaan atau keseluruhan organisasi. Ini berhuungan dengan cara bagaimana strategi didefinisikan dan digunakan sebelumnya dala bab ini. Purcell (1989b:70) menyebut sifat dari strategi ini sebagai ‘upstream’, keputusan urutan pertama untuk menunjukkan status mereka dalam hubungannya dengan urutan lebih rendah dan kemungkinan cara strategi-strategi level lainnya akan mengalir dari strategi urutan yang lebih tinggi. Purcell (1995:66) secara jelas meringkas perbedaan ini sebagai berikut:
            Perusahaan-perusahaan multi produk dan multi divisional harus membuat perbedaan antara strategi bisnis dengan strategi corporate; antara mereka yang berada dipusat untuk mencakup seluruh enterprice dan mereka yang ada dibawahnya atau divisi atau level unit bisnis dan berhubungan dengan produk yang dibuat dan pasar yang dilayani.
Konsep kunci 1.3
Empat kategori dari strategi korporasi
Stability
Continuing with an existing strategy, consolidation
Growth
Product development, market penetration, market development, or diversification involving nternal investments, join ventures, acquisition or merger
Retrenchment /
withdrawl
Harvesting a business by using its existing competences and resources but reducing costs, investment and running it down ; closing down some existing location; relocation to reduce costs; divesting existing business
Combination
Using a particular mixture of the strategies reffered to above
Strategi korporasi ini mempunyai implikasi bagi kedudukan sifat level strategi dan ketiga termasuk strategi sumberdaya manusia, selanjutnya dibahas di bab 2.
            Strategi level kedua dan ketiga dipandang oleh Purcell (1989b) sebagai strategi corporate downstream. Level strategi kedua ini berhubungan dengan struktur organisasi dan prosedur operasi yang dimasukkan untuk mendukung keputusan urutan pertama. Level ketiga berhubungan dengan strategi fungsional, termasuk yang berhubungan dengan HRM, dimana dikembangkan dalam konteks dua level pertama. Ketiga level tersebut mempunyai signikansi strategis karena mereka masing-masing mempengaruhi arah jangka panjang dari organisasi dan pencapaian tujuannya.
Konsep kunci 1.4 menampilkan enam rangkaian integrasi strategi yang dibahas pada gambar 1.3, yang menunjukkan bentuk diagram.
Konsep kunci 1.4
Six strands of strategic integration
*      Responses to first-order strategic decisions
·         Downstream, external or vertical integration
*      Responses to second-order strategic decision
·         Downstream, external or vertical integration
*      Responses to third-order strategic decision
·         Downstream, external or vertical integration
*      Interactions with strategy and as a potential driver of future strategic direction
·         Upstream, external or vertical integration
*      Alignment of HR policies with themselves and with other functions; of line manager’s practices with HR policies; and of employees with the organization’s strategic objectives.
·         Internal or horizontal integration
*      Responsiveness to future uncertainties and need for change.














High
Low



Teori berbasis sumberdaya : Sumberdaya, Kapabilitas dan Keunggulan Kompetitif
            Teori berbasis sumberdaya memahami sumberdaya organisasional sebagai sekumpulan benda unik yang mempunyai kekuatan untuk memberi keunggulan kompetitif dalam organisasi industry atau lingkungan operasi (Boxall, 1996). Keunikan atau heterogenitas ditekankan diatas kesamaan dan homogenitas. Konsepsi Barney (1991) tentang sumberdaya organisasi secara luas ditarik untuk memasukkan seluruh asset strategis ini. Secara khusus, Barney mengidentifikasi tiga kategori sumberdaya: fisik, modal manusia dan institusional. Sumberdaya manusia dipahami berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan pemahaman bahwa manajer dan pekerja menghasilkan konteks organisasi. Kategori ketiga dari sumberdaya organisasional juga penting bagi subjek. Ini meliputi sumber organisasi formal seperti struktur dan sistemnya untuk perencanaan, koordinasi, dan pengendalian sebagaimana halnya aspek informal seperti sifat dari hubungan internal dan eksternal. Kategori sumberdaya ini dipandang sebagai bagian dari persediaan modal organisasi (Barney, 1991). Grant (1991) juga mengidentifikasi enam kategori sumberdaya: Keuangan, fisik, manusia, teknologi, reputasi, dan organisasional.
            Barney (1991, 1995) mengidentifikasi atribut yang harus ditunjukkan oleh sumberdaya dan kapabilitas organisasi agar mencapai keunggulan kompetitif berkesinambungan, sebagaimana ditunjukkan oleh konsep kunci 1.5
Konsep kunci 1.5
Atribut-atribut dari sumberdaya dan kemampuan yang menjurus kepada manfaat kompetisi
Valuable
Sumberdaya dan kemampuan membuat organisasi dapat mengembangkan strategi untuk memanfaatkan peluang yang tersedia dan neutralize ancaman-ancaman jelas akan berharga. Sumberdaya dan kemampuann menyediakan dasar untuk manfaat kompetisi yang berharga
Rare
Sumberdaya dan kemampuan juga perlu untuk organisasi tertentu yang jarang atau unik, untuk menciptakan suatu manfaat kompetisi. Biasanya tersedia sumberdaya dan kemampuan berharga yang mungkin membantu organisasi bertahan hidup tetapi tidak memastikan manfaat kompetisi.
Inimitable
Sumberdaya dan kemampuan yang jarang dan berharga mungkin menjurus kepada manfaat kompetisi. Keuntungan seperti itu akan terkikis jika yang lain meniru atau menyalin sumberdaya dan kemampuan ini. Untuk keuntungan yang didukung sumberdaya dan kemampuan seperti ini perlu untuk tidak dapat ditiru. Sumberdaya dan kemampuan seerti itu kemudian berlabel” imitasi yang tidak sempurna” yang tidak bisa dicopi dengan baik.
Non-substitutable
Satu alternative manfaat kompetisi organisasi, dimana sumberdaya dan kemampuannya tinggal yang tak dapat ditiru, menggunakan satu pendekatan alternative untuk menerapkan strategi yang sama, dimana ini adalah yang mungkin. Sumberdaya dan kemampuan yang tak dapat ditiru dapat digantikan akan membuat pesaing menantang satu manfaat kompetisi organisasi, dengan sepenuhnya atau secara parsial tergantung pada sifat alami penggantian dari pendekatan alternative ini.
Effectively organized
Sebagai tambahan yang berharga, jarang, dan tak dapat ditiru, dan bukan sumberdaya dan kemampuan tak tergantikan, satu organisasi akan perlu untuk diorganizir secara efektif untuk menyadari; mewujudkan manfaat kompetisi yang potensial dan mendukung hal ini.
 Sumber : dikembangkan oeh Barney (1991, 1995).
            Atribut dalam konsep kunci 1.5, dipandang berhubungan dengan titik waktu khusus. Variable eksogen lainnya, seperti pergeseran utama dalam teknologi, dapat membentuk status quo dan menghasilkan pembentukan ulang sumberdaya dan kapabilitas berharga, langka tidak dapat ditiru dan tidak dapat disubtitusi dalam lingkungan yang berubah tersebut. Ringkasnya, sumberdaya dan kapabilitas yang menunjukkan atribut yang ditunjukkan dalam konsep kunci 1.5 yang oleh teoritikus berbasis sumberdaya sebagai hubungan kausal antara elemen-elemen dalam teori berbasis sumberdaya organisasi.
 

Gambar 1.5. Resources based approach to strategy
Sumber : Pengembangan dari Grant (1991)

            Untuk mempertahankan sumberdaya dan kapabilitas yang dibutuhkan untuk tidak dapat ditiru, dan tidak dapat disubstitusi. Literatur mengidentifikasi tiga kemungkinan alasan sumberdaya yang tidak dapat ditiru.
1.      Sejarah dan waktu organisasi. Setiap perusahaan yang telah menikmati keuntungan dari sumberdaya itu, perlu mengembangkan sumberdaya yang ada untuk dapat lebih efektif lagi, sehingga dapat menghasilkan ‘return superior’ diantara perusahaan lainnya sepanjang waktu, dan dapat mempertahankan keunggulan sumberdaya yang dimilikinya. Sesungguhnya sumberdaya itu sangat berharga dan langka, dari berbagai definisi dan pendapat, menegaskan bahwa organisasi yang mengawali proses tersebut akan lebih bebas dalam mengembangkan dan keuntungan dengan sendirinya relative sejalan, serta potensi pesaing menjadi rintangan tidak menjadi persoalan (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991).
2.      Kesamaran Kausal. Pada dasarnya, keunggulan kompetitif organisasi adalah alasan yang tidak dipahami oleh pesaing. Dalam lingkungan ini, akan sulit untuk mengetahui sumberdaya dan kapabilitas mencapai keberhasilan.
3.      Kompleksitas Sosial. Sumberdaya, kapabilitas dan hubungan dalam organisasi sangat kompleks. Sebagaimana ditunjukkan oleh Barney (1986), budaya organisasi menjadi sumber keunggulan kompetitif (Bab 6).
Teori Berbasis-Sumberdaya: Kapabilitas Inti dan Keunggulan Kompetitif
            Kapabilitas adalah merupakan keunggulan strategis organisasi, dan menjadi kapabilitas inti bagi pesaing (Leonard Barton, 1992). Sebuah artikel dari Prahalad dan Hamel (1990), menggambarkan pandangan penyebaran berbasis sumberdaya, dengan mengacu pada pengembangan kompetensi inti dalam organisasi. Kompetensi inti berkembang dari pembelajaran kolektif dalam organisasi, khususnya kemampuan mengkoordinasi keahlian-keahlian yang berbeda dan mengintegrasikan dengan teknologi. Leornard dan Barton (1992, 1998) juga mengembangkan analisis operasi kapabilitas melalui tulisan tentang kapabilitas dan kekakuan inti. Kapabilitas dianggap sebagai inti secara strategis, dalam menghasilkan keunggulan kompetitif. Dengan mengadopsi istilah ‘pandangan berbasis pengetahuan’ dan mendefinisikan kapabilitas  inti sebagai sekumpulan pengetahuan, dan dibentuk oleh empat dimensi (Konsep kunci 1.7).
Konsep kunci 1.7
Dimensi kapabilitas Inti (Leonard-Barton, 1992, 1998)
Pengetahuan dan ketrampilan karyawan
Dimensi ini, berada didalam organisasi karyawan yang terdiri atas pengetahuan dan ketrampilan karyawan secara spesifik teknis organisasi. Dimensi ini, penting sekali selama pengembangan produk baru.
System teknis secara fisik
Dimensi ini berupaya untuk mengenali pengetahuan dan ketrampilan karyawan secara keseluruhan untuk pengembangan sistim informasi organisasi. System teknis ini menyediakan formulasi dan mengakumulasi sumber informasi secara spesifik dan membentuk aturan-aturan procedural serta tindakan langsung.
Sistem manajerial
Dimensi ini menguraikan, sumber promosi, memandu dan penciptaan pengetahuan dalam organisasi, dan mengoperasikan melalui saluran-saluran informal dan formal. Penciptaan pengetahuan berhubungan dengan kemampuan inti.
Nilai-nilai dan norma-norma
Dimensi ini berhubungan dengan kultur dari suatu organisasi dan tersebar ketiga dimensi yang diatas. Nilai dan norma menentukan jenis dari pengetahuan yang diciptakan, dihasilkan dan dikendalikan. Titik berat penciptaan pengetahuan merupakan arti penting dan strategis dalam organisasi.
   
Hubungan Teori Berbasis-Sumberdaya dengan HRM
            Tipe hubungan antara teori berbasis sumberdaya dengan HRM yang berbeda dapat diidentifikasi. Karena teori berbasis sumberdaya melihat sumberdaya dan kapabilitas sebagai sumber utama keunggulan kompetitif, yang menempatkan manusia sebagai posisi sentral. Dalam pendekatan ini, sumberdaya manusia organisasi dianggap sebagai kumpulan manusia atau persediaan modal, yang berhubungan secara langsung pada situasi keunggulan kompetitif (Wright et al.1994).
            Namun demikian, kemampuan atribut dan kumpulan manusia sebagai modal, tidak akan tercapai tanpa koordinasi. Wright membedakan sumbedaya manusia potensial dengan realisasi melalui perilaku pegawai yang tepat. Wright juga menggambarkan tentang peranan manajemen menempatkan kapabilitas organisasi. Oleh karena itu, peranan manajemen membangun, mengenali, mengembangkan, dan menggunakan kapabilitas organisasi termasuk kapabilitas inti, untuk merealisasikan keunggulan kompetitif tersebut (Wright, 1994).
            Berbeda dengan factor-faktor produksi lainnya, manusia tidak dapat dimiliki oleh organisasi yang mengangkatnya. Efektifitas kapabilitas akan dipengaruhi oleh hubungan sifat, level kerjasama dan penanganan organisasi (Boxall, 1996).
Praktek sumberdaya manusia berhubungan dengan seleksi dan rekruitmen, pengelolaan kinerja, pelatihan dan pengembangan, dan ganjaran yang dirancang menarik, mengembangkan, dan mempertahankan pegawai yang berkualitas (Bab 8,9,10, dan 11). Berdasarkan teori berbasis sumberdaya menekankan pada perlunya pengembangan, bukan sekedar mengambil, kapabilitas berhubungan dengan sifat spesifik organisasi, pelatihan dan pengembangan secara khusus.
            Ada dua masalah dalam mengasumsikan bahwa dalam praktek hubungan kausal antara HRM dengan kapabilitas. Masalah pertama berhubungan dengan definisi kapabilitas sebagai sumber keunggulan kompetitif yang dibahas sebelumnya. Barney (1991) mendefinisikan sumberdaya dan kapabilitas yang menghasilkan keunggulan kompetitif sebagai sesuatu yang tidak hanya berharga tapi juga langka, tidak dapat ditiru, dan tidak dapat digantikan.
            Secara signifikan, posisi sumberdaya manusia organisasi sebagai sumber keunggulan kompetitif untuk membangun organisasi itu. Mueller (1996) dengan penyelidikan yang evolusioner memberikan gambaran tentang cara bagaimana sumberdaya dikembangkan dan implikasi strategi sumberdaya manusia. Dia mengakui bahwa strategi dan hubungan terhadap manajemen sumberdaya manusia seringkali digambarkan sederhana. Namun Mueller dengan pendekatan evolusioner mengatakan bahwa sumberdaya manusia tidak dapat dihasilkan secara langsung, tapi melalui sebuah proses evolusi.
            Dengan demikian, Mueller mengemukakan pandangannya bahwa sumberdaya manusia merupakan sumber keunggulan kompetitif. Sehingga HRM dapat digunakan untuk memulai proses menciptakan sumberdaya manusia strategis dan juga membantu mengembangkan.

Kesimpulan
Ø  Manajemen strategis berfokus pada lingkup dan arah organisasi, dan melibatkan ketidakpastian dan kompleksitas.
Ø  Manajemen sumberdaya manusia strategis hubungan dengan manajemen strategis dan manajemen sumberdaya manusia. Sifat dari hubungan ini kemungkinan sulit dianalisis dan dievaluasi, tapi setidaknya manajemen strategis dapat memberikan penyelesaian.
Ø  Empat pendekatan dalam pembuatan strategis yang dapat dijelaskan dan dievaluasi, yaitu : Pendekatan klasik, pendekatan Perspektif evolusioner, pendekatan processual dan pendekatan sistematis. Implikasi dari masing-masing pendekatan terhadap manajemen sumberdaya manusia dapat dianalisis lebih lanjut.
Ø  Integrasi strategis digunakan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan antara strategi pendekatan terhadap manajemen sumberdaya manusia. Integrasi sebagai kondisi yang dibutuhkan HRM yang dianggap strategis, sekalipun pemberlakuan hubungan dengan mendefinisikan pendekatan strategis terhadap HRM. Enam kemungkinan rangkaian integrasi dapat diidentifikasikan.
Ø  Teori berbasis sumberdaya dapat dianalisis, karena sumberdaya internal organisasi sebagai sumber keunggulan kompetitif potensial. Bentuk kapabilitas organisasi dianalisis dan dievaluasi dalam hubungan dengan sumberdaya manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar