Jumat, 26 November 2010

AllenManongko: Proposal

AllenManongko: Proposal: "

Proposal


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar belakang
            Sektor pertanian merupakan salah satu sector yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia, hal ini dikarenakan lebih dari 50 persen penduduk Indonesia yang bekerja, dan melakukan kegiatannya di sektor pertanian. Untuk membangun sector pertanian yang tangguh, membutuhkan penanganan yang kompleks baik perencanaan yang cermat maupun implimentasinya yang tepat. Hasil pertanian menjadi produk utama, dalam memantapkan sistem pembangunan pertanian, yang diarahkan dalam tujuan untuk mencapai kesejahtaraan masyarakat petani secara merata. Oleh karena itu pertanian perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi dan hasil pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan industri dalam negeri, memperluas ekspor serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani (Mubyarto, 1995).
Komoditi holticultura merupakan komoditi yang memiliki kedudukan penting dalam masyarakat maupun perekonomian Negara. Pengembangan produksi holtikultura sebagai sumber gizi perlu ditingkatkan untuk pertumbuhan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkemampuan tinggi dalam memikul tugas pembangunan. Sementara itu, permintaan pasar dalam negeri untuk komoditas terus meningkat.
Bawang merah merupakan komoditi holtikultura yang tergolong sayuran rempah dimana komoditas ini cukup penting sebagai sumber penghasilan petani dan  pendapatan Negara. Itu artinya, produk bawang merah kontribusinya untuk masyarakat dan Negara, karena selain di pasarkan dalam negeri produk ini juga di ekspor sampai keluar negeri (Rukhmana 1995).
Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dimana selain digunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai makanan, bawann merah juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk kesehatan masyarakat. Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan daya belinya. Selain itu dengan semakin berkembangnya industri makanan jadi maka akan terkait pula peningkatan kebutuhan terhadap bawang merah yang berperan sebagai salah satu bahan pembantunya. Agar kebutuhannya terhadap bawang merah selalu terpenuhi maka harus diimbangi dengan jumlah produksinya. Saat ini produksi bawang merah lebih banyak diproyeksikan untuk kebutuhan dalam negeri/lokal, sedang untuk ekspor jumlahnya masih relatif rendah(sangat kecil prosentasinya). Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian terus meningkat maka petani dituntut untuk bekerja secara efisien dalam mengelola usaha taninya agar produksi yang diperoleh lebih maksimal (jumlah produksi), berkualitas (mutu), sehingga dipastikan keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar.
Kecamatan Tompaso merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Minahasa. Berikut ini disajikan data luas tanam, luas panen, produksi dan rata-rata produksi bawang merah di kecamatan Tompaso.
Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Bawang Merah di   Kecamatan Tompaso
Desa
Luas tanam
(Ha)
Luas panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Rata-rata
Produksi
(ton/Ha)
Tember
3 (1,470%)
2
12,4
6,2
Kamanga
13 (6,372%)
10
63
6,3
sendangan
2 (0,980%)
1
6,1
6,1
Talikuran
13 (6,372%
10
63
6,3
Liba
21 (10,294%)
16
102,4
6,4
Tempok
11 (5,392%)
8
51,2
6,4
Tolok
-
-
-
-
Tompaso II
-
-
-
-
Pinabetengan
9 (4,411%)
6
37,8
6,3
Tonsewer
85 (41,667%)
70
497
7,1
Toure
47 (23,039%)
40
272
6,8
Total
204
163
1104.9
6.78
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Tompaso 2007
Tabel 1 menunjukkan Kecamatan Tompaso dengan jumlah penduduk 14.535 jiwa (2007) atau 4.81% dari total penduduk Kabupaten Minahasa yang berjumlah 301.857 jiwa (2007),  mampu menghasilkan 1104.9 ton produk bawang merah dengan luas panen 163 Ha pada luas tanam 204 Ha. Dari perbandingan jumlah penduduk Kecamatan Tompaso kurang lebih (1 ton=1000 kg; jadi, 1104.9 x 1000= 1.104.900 kg)  1: 76 atau 1 orang dengan 76 kg bawang merah.
Adapun sebagaimana dipaparkan diatas, bahwa bawang merah ini adalah jenis sayuran umbi yang sering digunakan sebagai bumbu masakan, sehingga dari fungsinya hanyalah sebagai pelengkap. Karena itu kemungkinan seseorang memakan atau menghabiskan bawang merah tidak seperti perbandingan diatas. Namun jika kita membandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Minahasa secara keseluruhan diperoleh perbandingan 1 : 3.66 atau 3.66 kg untuk masing-masing jiwa. Secara matematis menunjukkan perbandingan yang bisa diterima atau realistis sehubungan dengan proses produksi berlangsung 2-3 bulan sampai terjual. Dengan asumsi bahwa 3.66 kg seseorang mengkonsumsi bawang merah selama 3 bulan.
Dari gambaran hasil produksi menunjukkan, kesesuaian hasil (jumlah produksi) dibanding dengan jumlah penduduk kabupaten Minahasa disatu sisi tidak menjadi permasalahan.  Namun, apakah variable harga, kualitas produk dan saluran distribusi serta keuntungan dan pendapatan petani bawang merah telah sesuai?. Beragam informasi baik dari petani (produsen), penjual dan konsumen diperoleh bahan masukkan yang menunjukkan ketidaksesuaian seperti yang diharapkan.       Kecenderungan, produktivitas hasil pertanian bawang merah di Kecamatan Tomapso selalu mengalami fluktuasi. Variable Harga hasil pertanian ditingkat produsen cenderung mengalami fluktuasi (naik turun) yang cukup berarti,  hal ini diduga berkaitan dengan tinggi rendahnya produksi dari hasil pertanian. Sepakat dengan Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent instability) pada sisi penawaran.  Hal ini berarti harga hasil pertanian disebabkan oleh sifat alami dari produksi pertanian, yaitu dalam jangka pendek tidak dapat merespon tambahan permintaan atau tidak dapat mengurangi produksi pada saat harga yang rendah. Pengaruh fluktuasi harga  lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi produksi pertanian. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Fenomena lain, adalah posisi tawar harga dari pihak produsen yang tidak kuat, sehingga variable harga terpengaruh, hal ini disebabkan selain mekanisme pasar, besarnya pengaruh dari pelaku pasar lainnya seperti pedagang (tibo=bahasa Minahasa).
Hal selanjutnya, variable saluran/lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran hasil pertanian yang akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai pemasaran dan besarnya biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Adapun Sistem pemasaran bawang merah kecamatan Tompaso kabupaten Minahasa tidak terlepas dari peranan lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam kegiatan pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran terdiri atas petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen. Dalam penyaluran bawang merah di kecamatan Tompaso dari petani sampai ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran yang tidak sama. Dengan adanya perbedaan lembaga pemasaran dalam penyaluran bawang merah dari petani sampai ke konsumen menyebabkan saluran pemasaran berbeda pula. Perbedaan saluran pemasaran menyebabkan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir.
  
Akibatnya keuntungan yang diperoleh produsen/petani bawang merah sangat tergantung pula dari panjang dan pendeknya saluran pemasaran yang ada, dan juga terhadap konsumen dipastikan harus mengeluarkan sejumlah uang bila keadaan saluran pemasaran selalu berubah. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer.  Sependapat dengan Tomek and Robinson; apabila semakin besar margin pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien. (Tomek and Robinson, 1990).
Sepaham dengan Irawan yang menjelaskan tiga faktor utama  yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan kurang memiliki daya saing  yaitu : (1) tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis, (2) terbentuknya margin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis berjalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar (Irawan. et,al, 2001).
Persoalan kualitas/mutu hasil pertanian bawang merah, merupakan salah satu factor yang mempengaruhi harga ditingkat produsen/petani bawang merah di kecamatan Tompaso, ini disebabkan oleh factor iklim dan kondisi alam/bencana  yang tidak dapat dicegah/ditolak oleh petani bawang merah. Dan dalam hubungan dengan proses perpindahan dari produsen ke konsumen yang mengalami beberapa tahap perpindahan, yang otomatis menurunkan  mutu/kualitas hingga berdampak pada penurunan nilai jual dan harga.
Permasalahan diatas mengakibatkan dampak yang besar terhadap pendapatan petani bawang merah di Kecamatan Tompaso, yang kehidupannya berasal dari pertanian. Dengan karakteristik keluarga yang berbeda, ada kecenderungan kesulitan untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil bawang merah yang ada.
Efisiensi pemasaran dan produksi menjadi masalah yang cukup memprihatinkan di kalangan petani bawang merah. Idealnya, untuk meningkatkan pendapatan petani maka harus ditunjang dengan harga pasar dan system pemasaran yang efisien agar arus distribusi barang dari produsen ke konsumen berjalan dengan baik. Peningkatan produksi tanpa adanya pemasaran akan mengurangi pendapatan petani dan mempengaruhi petani dalam berproduksi.
  Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/disribusi (Tomeck and Robinson, 1990; Sudiyono, 2001).
Sistem pemasaran bawang merah di desa Tonsewer kec. Tompaso kab. Minahasa tidak terlepas dari peranan lembaga-lembaga pemasaran yang mengambil bagian dalam kegiatan pemasaran. Lembaga-lembaga pemasaran terdiri atas petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen. Dalam penyaluran bawang merah di desa Tonsewer kec. Tompaso dari petani sampai ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran yang tidak sama. Dengan adanya perbedaan lembaga pemasaran dalam penyaluran bawang merah dari petani sampai ke konsumen menyebabkan saluran pemasaran berbeda pula. Perbedaan saluran pemasaran menyebabkan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir.
1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemasaran bawang merah di desa Tonsewer kec. Tompaso kab. Minahasa terutama mengenai saluran pemasaran dan margin pemasaran.
1.3.      Tujuan dan manfaat penelitian
Penelitian ini bertujuan Untuk mengkaji Pemasaran Bawang Merah terutama mengenai Saluran Pemasaran Dan Margin Pemasaran Bawang Merah di Desa Tonsewer kec. Tompaso kab. Minahasa. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani bagaimana saluran pemasaran komoditi bawang merah dari petani ke konsumen yang paling menguntungkan.